0









Berita Metropolitan – Saya heran, mengapa Hizbut Tahrir mengurusi Pilkada DKI, dapat proyek

berapa mereka? Siapa yang memberi mereka proyek? Berapa dananya? Karena

mobilisasi massa dengan bus-bus dan kendaraan-kendaraan lainnya

membutuhkan duit bukan doa.



Saya sebut Hizbur Tahrir sedang menerima order bayaran, karena mereka

masih menyoal ‘muslim’ dan ‘kafir’ bagi pemimpin DKI. Padahal bagi

mereka, Pilkada DKI dan segala hal-ihwal yang terkait dengan produk

demokrasi: haram dan kafir.



Jadi, meski pemimpin yang muslim sekali pun yang terpilih di Pilkada

DKI, tapi karena Pilkada DKI adalah produk demokrasi yang kafir bagi

Hizbut Tahrir, maka pemimpin itu tetap produk kafir.



Kalau Hizbut Tahrir demo dengan seruan “Tolak Pilkada DKI”, “Tolak

Pemilu”, “Tolak Demokrasi”, “Tolak Pancasila dan UUD 45”, maka suara

demo-demo ini murni suara mereka, bukan orderan.



Tapi selama mereka masih menyoal agama pemimpin, bukan menolak Pemilu

yang merupakan produk demokrasi, maka, demo-demo mereka tak lebih dari

orderan dan bayaran.



Bagi Hizbut Tahrir, demokrasi dan segala produknya ya kafir. Demokrasi

adalah pabrik kekafiran, apapun produk yang keluar darinya, ya produk

kafir. Produk kafir ya kafir, kafir ya haram.



Tapi jangan salah duga, mereka tidak suka yang kafir dan haram: mereka

juga paling doyan produk kafir. Buktinya, mereka doyan propaganda lewat

Facebook dan WhatsApp (WA) serta google. Ohya, HP2 yang mereka pakai

pastilah produk-produk China dan begitu pula dengan mainan anak-anak

mereka. Semua produk orang kafir.



Tapi yang paling menyesakkan dari demo Hizbut Tahrir itu, mereka peralat

anak-anak sebagai propaganda. Bila anak-anak ISIS diajari pegang

senjata dan membunuh, maka anak-anak Hizbut Tahrir diajarkan pegang

spanduk-spanduk propaganda dan mengkafirkan. Inilah lahan yang subur

bagi radikalisme, selangkah lagi akan jadi terorisme.



Kepada anak-anaknya sendiri saja mereka tidak sayang, mereka peralat

atas nama agama dan Tuhan—yang sebenarnya demi egoisme mereka sendiri

dan fanatisme pada kelompoknya—bagaimana terhadap manusia-manusia

lain, yang berbeda agama, suku, nasionalisme?




Melihat kawanan Hizbut Tahrir kita melihat anak-anak yang tak lagi lucu dan menggemaskan, tapi sudah jadi bagian propaganda yang mencemaskan. 

Apakah Pemerintah ada kepedulian untuk menghentikan kegilaan ini?


Anak-anak yang sudah dirusak dengan propaganda, berarti tak ada masa depan lagi bangsa ini. 



Fb. Mohamad Guntur Romli






Source link



Posting Komentar

 
Top