Berita Metropolitan – Suara-suara untuk perlawanan dari warga Bukit Duri, Tebet Jakarta Selatan tak seperti suasana penggusuran-penggusuran sebelumnya.
Situasi penggusuran berlangsung dengan cukup tertib tanpa adanya perlawanan yang berlebihan dari para warga.
Bahkan, saking tertibnya, ada pula warga yang menyambut Satpol PP dengan memberikan bunga kepada mereka.
Meme Penggusuran Bukit Duri.
Pada waktu para petugas masuk ke dalam permukiman, warga terlihat lebih fokus pada pengemasan perabotan mereka.
Mereka pun terlihat tidak segan untuk meminta bantuan dari Satpol PP untuk dapat membantu mengemas perabotan miliknya.
Situasi penggusuran seperti ini tentu sangat kontras dengan penertiban yang dilakukan di Kampung Pulo.
Wilayah yang masih bertetanggaan dengan Bukit Duri ini diketahui juga telah digusur namun dengan situasi yang berbeda.
Sempat terjadi bentrokan antara warga dengan aparat yang juga dimotori oleh salah seorang aktivis HAM, Ratna Sarumpaet.
Tujuan awal untuk normalisasi sungai berubah menjadi ajang tempur oleh para pemuda dan orang dewasa yang tinggal di sana melawan para aparat. Pada akhirnya, sejumlah orang pun menjadi korban.
Satpol PP bantu warga Mengemas Perabotan.
Bukan hanya di Kampung Pulo saja, setiap penggusuran yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta selalu saja berakhir ricuh dan bentrokan fisik.
Adapun yang paling terakhir kemarin, penggusuran yang dilakukan di Rawajati juga mendapatkan perlawanan dari warga. Lagi-lagi, Ratna Sarumpaet turut hadir di dalam aksi perlawanan warga tersebut.
Menurut informasi yang Berita Metropolitan dapatkan, sebagian besar warga Bukit Duri telah direlokasi ke Rusun Rawa Bebek. Hal tersebut dilakukan usai diberikan surat peringatan yang ke 1 dan 2.
Sedangkan untuk sejumlah warga dan kerabat lainnya memilih untuk bisa mengungsi ke kontrakan di wilayah lainnya.
Pertengahan September 2016 kemarin, tercatat sudah sebanyak 270 KK warga Bukit Duri yang telah pindah ke rusun. Totalnya, ada sekitar 363 rumah yang harus dibongkar di Bukit Duri.
Salah seorang warga, Hanafi, Ia menuturkan bahwa sebenarnya para warga tak ingin melawan penggusuran tersebut.
“Kalau orang sini sebetulnya sadar, enggak mau melawan pemerintah,” tukasnya.
Warga menyatakan bahwa cara damai merupakan jalan yang paling baik untuk bisa menghadapi petugas.
Jalan yang ditempuh yaitu salah satunya dengan cara membuat gugatan untuk pemerintah di PTUN.
“Kami diusahakan agar dapat penggantian,” terangnya.
Pemerintah pun telah menegaskan bahwa bersedia melakukan ganti rugi untuk warga yang terbukti memiliki sertifikat.
Warga lainnya, Asmo, Ia menjelaskan hal yang serupa yaitu tak suka dengan melakukan kekerasan atas penggusuran tersebut.
“Saya enggak suka melakukan kekerasan, termasuk melawan aparat,” ucap Asmo.
Berkaca dari Penggusuran di Kampung Pulo
Ketua Komunitas dari Ciliwung Merdeka, Sandyawan Sumardi menyatakan kalau pengalaman soal kericuhan yang terjadi di Kampung Pulo menjadi bukti bahwa warga di Bukit Duri telah belajar.
“Memang iya, warga Bukit Duri belajar dari pengalaman warga Kampung Pulo yang rusuh. Kami tidak putus asa meskipun marah tetapi menghadapinya dengan akal sehat dan jernih,” terangnya.
Walah rumahnya sudah digusur, warga menyatakan bahwa perlawanan melawan aparat bukanlah solusi yang tepat.
“Makanya tidak ada kerusuhan apapun, juga dan itu diakui aparat keamanan,” ucapnya.
“Tidak apa-apa secara fisik mungkin kami kalah, bangunan kami dirobohkan. Tapi jiwa dan harga diri kami menang,” lanjutnya.
Penulis: Jefri
Posting Komentar