0




Berita Metropolitan.com, Cianjur – The Asian Human Rights Commission (AHRC) yang berbasis di Hong Kong, menyoroti tewasnya Asep Sunandar alias Mpep di tangan anggota Polres Cianjur. Menurut polisi, mekanisme penangkapan Asep sudah sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP), sebelum adanya penembakan ke arah pelaku polisi sempat memberikan tembakan peringatan ke udara beberapa kali. 



Menurut keterangan AKP Benny Cahyadi Kasatreskrim Polres Cianjur, tersangka Mpep masuk daftar buronan polisi sejak tahun 2014 karena serentetan kasus penganiayaan. Selain itu Mpep diketahui juga sebagai salah seorang ketua Geng motor di Cianjur.



“Dia buron sejak 2014 lalu, dia saat itu ditetapkan sebagai tersangka kasus penganiayaan bersama adiknya bernama Arifin alias Bule. Si Bule tertangkap sementara si Mpep kakaknya melarikan diri,” Kata Benny Cahyadi kepada detikcom sekira pukul 12.00 WIB, Rabu (28/9/2016).



Tersangka Mpep disebut Benny sangat licin, sejak dinyatakan buron beberapa kali dia melakukan teror dan kekerasan terhadap warga. Tahun 2011 Mpep bahkan sempat ditahan karena kasus penyerangan menggunakan pedang.



“Tahun 2011 dia pernah ditahan karena menjadi otak aksi penganiayaan menggunakan senjata tajam pedang. lalu dalam kurun waktu tahun 2014 sampai 2016 tercatat ada 17 aksi kejahatan yang dilakukan tersangka, yang paling menonjol adalah penganiayaan terhadap tiga orang santri yang baru pulang dari pengajian. Hal itu memicu reaksi sejumlah ormas islam, polisi merespons dengan menyebar personel di sejumlah titik yang dicurigai kerap ditongkrongi oleh tersangka,” lanjut Benny.



Jejak ketua geng motor itu kemudian terendus polisi, informasi yang didapat polisi Mpep kerap kumpul bersama teman-temannya di sebuah rumah di kawasan Kelurahan Sayang, Kecamatan Cianjur Kota.



Saat itu Sabtu (10/9/2016) pagi sekitar pukul 03.00 WIB operasi penangkapan dipimpin langsung oleh Benny langsung meluncur ke lokasi dan melakukan penggrebekan, selain Mpep ada dua orang temannya yang berada di tempat tersebut. 



“Saat itu tersangka berada disebuah rumah di Kelurahan Sayang, Kecamatan Cianjur Kota. Menurut informasi ditempat itu kerap dijadikan ‘Base Camp’ oleh tersangka dan kawan-kawannya. Petugas bergerak dan menggerebek tempat itu, didalamnya ada tersangka bersama dua orang temannya. Kita sempat amankan ketiganya, namun saat akan dinaikan kedalam kendaraan polisi tersangka menyikut petugas dan berusaha melarikan diri,” kata Benny Cahyadi.



Aksi kejar-kejaran tak terelakan, menurut Benny pelaku melarikan diri masuk kedalam gang yang berada tak jauh dari lokasi. “Kita beri tembakan peringatan ke udara tiba-tiba sekitar jarak 10 meter dia balas tembakan diarahkan ke petugas namun meleset. Petugas membalas dengan kembali mengarahkan tembakan ke udara, kita hitung ada dua kali dia nembak ke arah petugas. Akhirnya kita mengarahkan senjata api untuk melumpuhkan tersangka,” terang Benny.



Mpep ditembak beberapa kali dibagian pinggang, paha, tangan, dada dan perut total ada enam peluru yang bersarang ditubuh tersangka. “Hasil visumnya menyebut ada 12 lubang bekas peluru, karena beberapa peluru memang tembus kebelakang tubuhnya yang kita tembak. Hasil visum dikeluarkan dokter forensik dari RSUD Cianjur,” beber Benny.



Menanggapi sorotan HAM internasional, Benny tak terlalu mempersoalkan hal itu. Menurutnya ia sudah bekerja sesuai SOP tempatnya bertugas. “Pelaku ini terbilang sadis dan meresahkan masyarakat, upaya tembakan peringatan sudah kita lakukan namun mendapat perlawanan,” tandasnya. (Sumber: detik.com).




Posting Komentar

 
Top