0



Berita Metropolitan – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Archandra Tahar siap untuk menjalankan program yang sudah diputuskan sebelumnya. Salah satunya adalah program pembangunan pembangkit listrik dengan total kapasitas 35.000 MW.
 

“Saya

sebagai pembantu Presiden akan mengamankan program 35.000 MW,” ujar

Archandra di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (29/7/2016).


Program

tersebut mengalami banyak kendala. Di antaranya adalah pengadaan lahan,

pendanaan, dan proses lelang yang cukup lama. Data PLN, proyek yang

sudah konstruksi 8.240 MW atau 22% dari target. Sementara yang sudah

beroperasi 170 MW.


“Kendala

yang muncul dengan kementerian lain akan kita cari solusi dalam waktu

singkat. 


Saya menyadari sinergi, hambatan antar kementerian kita tidak

bisa menutup mata. Tapi kita akan cari solusi terbaik agar kendala yang

ada bisa kita benahi,” terangnya.


Archandra

pekan depan akan mengumpulkan para investor. Diharapkan pertemuan

tersebut dapat membuahkan hasil untuk realisasi program menjadi lebih

baik.


“Filosofinya, kalau kita mengakui ada masalah artinya setengah solusi sudah kita temui. 


Keliatannya lip service,

Insya Allah dalam Minggu depan saya akan mencoba bertemu dengan para

investor, para operator. Akan kita jadwalkan satu per satu, permasalahan

di mana dan apa yang bisa kita bantu sesuai kewenangan Kementerian

ESDM,” papar Arcandra.


Kelemahan

industri minyak dan gas (migas) di Indonesia adalah masih kurangnya

penggunaan teknologi baru. Ini yang menjadi alasan produksi migas

cenderung menurun setiap waktunya.


“Harus

mengubah mindset dari kita, stakeholder maupun pelaku bisnis dan

regulator mau menerima teknologi sebagai solusi untuk meningkatkan

energi di Indonesia,” ungkap Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral

(ESDM), Archandra Tahar, di kantornya, Jakarta, Jumat (29/7/2016).


Menurutnya,

bila hanya terpaku pada teknologi yang lama, maka akan sulit

meningkatkan produksi migas. Sementara diketahui, tidak ada lagi

cadangan minyak berskala besar.

“Kalau

hanya berpaku di situ, mungkin produksi yang sudah menurun akan terus

menurun. Karena era lapangan yang punya cadangan besar itu sudah hilang.

Nggak ada lagi temuan minyak yang besar-besar. Mari kita coba teknologi

baru,” jelasnya.


Memang

diakui Archandra, penggunaan teknologi baru memiliki risiko yang sangat

tinggi. Namun menurutnya, hal tersebut jauh lebih baik dibandingkan

hanya menerima kondisi yang sudah ada.


“Kalau nggak coba hal yang penuh risiko kapan kita akan mendapat sesuatu lebih baik,” imbuhnya.


Selain itu, Archandra ingin melakukan pembenahan dalam proses bisnis pada sektor migas dengan arah transparan dan akuntabel.


“Di

samping itu SDM kita perlu untuk lebih ditingkatkan lagi kompetensinya.

Sebagai regulator, alangkah baiknya kita punya kompetensi. Ilmu, skill,

dan pengalaman. Tanpa itu mungkin sebagai regulator kita akan gagap

memutuskan sesuatu,” papar Archandra.


Soal PT Freeport


Kontrak

tambang PT Freeport Indonesia di Papua akan selesai pada 2021

mendatang. Meski masih lima tahun lagi, tapi Freeport sudah menginginkan

kepastian perpanjangan kontrak hingga 2041.


Alasannya,

Freeport akan menggelontorkan dana investasi besar triliunan rupiah,

untuk menggali tambang bawah tanah dan juga membangun pabrik pemurnian

atau smelter. Kedua investasi ini baru bisa dinikmati hasilnya setelah

2021, sehingga Freeport perlu kepastian.

Lalu bagaimana pandangan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Archandra Tahar?


“Kami

akan menjamin kepastian hukum Freeport. Kami akan berusaha sekuat

tenaga,” ungkap Arcandra, saat bincang-bincang media di kantor

Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (29/7/2016).


Archandra

menilai, semua yang berusaha di Indonesia, baik perusahaan asing maupun

perusahaan dalam negeri harus mengikuti peraturan yang berlaku.


“Kami

akan memastikan investor yang investasi dana di Indonesia itu berusaha

atau melakukan bisnis sesuai perundangan dan peraturan yang berlaku,”

jelasnya.


Menurut

Archandra, ada tiga hal terkait kebijakan sumber daya alam di

Indonesia. Pertama pemanfaatannya adalah untuk kemakmuran rakyat

Indonesia. Kedua, kedaulatan energi yang dibangun dari sisi pasokan,

ketersediaan dan pemanfaatan.


“Ketiga,

kita harus jamin kepastian hukum kepada investor baik dalam dan luar

agar investasi yang mereka tanam itu sesuai perundangan dan ditujukan

sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat lewat penyediaan lapangan

kerja, dan bisa menjadi kontribusi menaikkan pertumbuhan ekonomi di

Indonesia,” paparnya. 


Proyek LNG Masela Dibangun Onshore


Pada 23 Maret 2016, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan pengembangan gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) di Blok Abadi, Masela dilakukan di darat, atau dikenal dengan istilah onshore.


Saat

pergantian menteri yang berlangsung tiga hari lalu, Jokowi mengumumkan

nama baru pengisi posisi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM),

yaitu Archandra Tahar. Melihat sejarahnya, Arcandra adalah ahli di

bidangoffshore atau pengembangan proyek migas tengah laut.


“Ini menarik soal Masela, saya kan orang offshore. Punya latar belakangoffshore sedangkan yang diputuskan adalah onshore,” kata Archandra, di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (29/7/2016).


Archandra menjelaskan, sejatinya blok Abadi berada pada wilayah offshore. Baik dari sumur, pengeboran, hingga fasilitas proses. Keputusan pemerintah hanyalah pada bagian pengembangan LNG.


“Jadi apa dibikin di offshore atau LNG gas kita bawa ke darat trus diproses dionshore,” terangnya.


Ia

menilai tidak ada yang salah dengan keputusan pemerintah. Keputusan

pengembangan LNG di darat akan tetap dijalankan ke depannya.


“Masela sudah diputuskan untuk menggunakan onshore, saya sebagai pembantu akan menjalankan amanat agar Masela dikembangkan dengan pilihan LNG plant ada di onshore,” papar Arcandra.(detik.com)



Source link



Posting Komentar

 
Top