Berita Metropolitan.com, Jakarta – Peristiwa Tanjungbalai, Sumatera Utara, berawal dari urusan pengeras suara di masjid yang berkembang lewat media sosial menjadi provokasi berbau SARA. Perbincangan soal speaker masjid sudah berlangsung lama. Begini aturan sebenarnya.
Perdebatan soal perlu tidaknya masjid mengeluarkan suara kencang saat azan sampai pengajian, berlangsung sejak lama. Ada masjid di lingkungan padat yang sudah tak menggunakan pengeras, namun di sebagian besar wilayah, pengeras suara tetap digunakan. Semua memiliki pendapat dan pemahaman masing-masing.
Pada bulan Juni 2012 lalu, Boediono saat masih menjadi wakil presiden pernah meminta Dewan Masjid Indonesia membahas pengaturan pengeras suara di masjid. Lalu, Jusuf Kalla selaku ketua Dewan Masjid Indonesia meresponsnya dengan mengatakan bahwa suara azan dan pengajian itu berbeda.
“Azan itu memang harus keras dan harus diperhatikan juga bahwa pengajian itu jangan pakai kaset, dan jangan terlalu keras,” ujar JK.
Azan dan pengajian memang berbeda. Namun kadang keduanya menggunakan pengeras suara. JK berpendapat, soal azan tidak bisa diganggu, namun waktunya perlu diatur, cukup 10 menit sebelum waktu salat. Sementara untuk pengajian, JK meminta agar suaranya jangan diambil dari kaset, tapi memang orang yang mengaji langsung.
“Kalau pengajian langsung mengaji, jangan pakai tape recorder, nanti yang dapat pahalanya orang Jepang, orang Korea, China,” imbuhnya.
Dewan Masjid Indonesia pun sudah bergerak melakukan penataan loudspeaker di masjid. Tujuannya, agar kualitas suara dan jangkauannya lebih tertata. Ada 700 teknisi dan 100 unit mobil teknis yang disiapkan untuk melakukan penataan, bukan melarang.
Terkait aturan khusus soal pengeras suara di masjid, sebenarnya sudah diatur oleh Kementerian Agama dalam Instruksi Direktur Jenderal Bimas 101/1978. Di sana diatur mengenai apa saja yang bisa dilakukan lewat pengeras suara, termasuk saat waktu salat. Salah satunya ketika salat subuh:
a. Sebelum waktu subuh, dapat dilakukan kegiatan-kegiatan dengan menggunakan pengeras suara paling awal 15 menit sebelum waktunya. Kesempatan ini digunakan untuk membangunkan kaum muslimin yang masih tidur, guna persiapan shalat, membersihkan diri, dan lain-lain
b. Kegiatan pembacaan ayat suci Al-Qur’an dapat menggunakan pengeras suara keluar. Sedangkan ke dalam tidak disalurkan agar tidak mengganggu orang yang sedang beribadah di masjid
c. Azan waktu subuh menggunakan pengeras suara keluar
d. Shalat subuh, kuliah subuh, dan semacamnya menggunakan pengeras suara (bila diperlukan untuk kepentingan jama’ah) dan hanya ditujukan ke dalam saja
Namun, dalam aturan tersebut juga diatur mengenai kualitas muazin sampai speaker yang digunakan. Bahkan kata-kata yang diucapkan dalam pengeras suara pun sudah ditetapkan. Seperti aturan berikut:
Untuk mencapai pengaruh kepada masyarakat dan dicintai pendengar, kiranya diperhatikan agar hal-hal berikut dihindari untuk tidak dilaksanakan:
1. Mengetuk-ngetuk pengeras suara. Secara teknis hal ini akan mempercepat kerusakan pada peralatan di dalam yang teramat peka dan gesekan yang keras.
2. Kata-kata seperti: percobaan-percobaan, satu-dua dan seterusnya.
3. Berbatuk atau mendehem melalui pengeras suara.
4. Membiarkan suara kaset sampai lewat dari yang dimaksud atau memutar kaset (Quran, ceramah) yang sudah tidak betul suaranya.
5. Membiarakan digunakan oleh anak-anak untuk bercerita macam-macam.
6. Menggunakan pengeras suara untuk memanggil-manggil nama seseorang atau mengajak bangun (di luar panggilan azan).
Suara yang tampil di pengeras pun sebaiknya memperhatikan hal berikut:
1. Memiliki suara yang pas, tidak sumbang atau terlal kecil.
2. Merdu dan fasih dalam bacaan/naskah.
3. Dalam hal menggunakan kaset hendaknya diperhatikan dan dicoba sebelumnya. Baik mutu atau lamanya untuk tidak dihentikan mendadak sebelum waktunya.
4. Azan pada waktunya hendaknya tidak menggunakan kaset kecuali terpaksa.
Aturan Pengeras Suara Masjid di Arab Saudi
Arab News pada tahun 2015 lalu pernah mengabarkan, Kementerian Urusan Islam Saudi mengeluarkan aturan untuk menghentikan penggunakan speaker ke luar dan menggunakannya hanya untuk internal saja, kecuali untuk azan, salat Jumat, salat Idul Adha atau Idul Fitri dan salat minta hujan atau Istisqa. Artinya, kegiatan lain selain aktivitas di atas tak bisa menggunakan speaker ke luar.
Hal ini dilakukan karena suara yang timbul dari kegiatan masjid yang menggunakan speaker tumpang tindih dengan masjid lainnya. Para imam dan ulama di Saudi langsung diberikan sosialiasi terkait aturan tersebut.
Terkait azan, Kementerian juga menekankan pentingnya kesamaan waktu agar tidak menimbulkan distorsi antar-masjid. (Sumber: detik.com).
Source link
Posting Komentar