Berita Metropolitan – Puluhan mahasiswa asing terlihat berkumpul
dan membaur di antara mahasiswa Universitas Kriten Petra (UK Petra) di
balai desa Jatidukuh Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto, Senin (25/7/2016).
Mereka bersiap menjelaskan program yang telah mereka laksanakan di
desa mereka dalam Community Outreach Program (COP) berupa Kuliah Kerja
Nyata Internasional pada rektor UK Petra.
COP ini dilaksanakan selama tiga minggu di Kapubaten Mojokerto,
Jawa Timur. Putra bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep yang merupakan salah
satu peserta COP dari Singapore Institute of Management (SIM)
University.
Sejak 14 Juli lalu, peserta COP telah saling bertemu dan berkenalan secara langsung.
Sebelumnya, mereka juga telah rutin berkomunikasi melalui sosial media selama dua bulan.
Program bantuan fisik dan nonfisik yang akan mereka lakukan didiskusikan secara online.
Namun, komunikasi rutin itu tak membuat mereka lantas mengetahui
latar belakang setiap teman yang akan tinggal satu desa dengan mereka.
Termasuk dialami mahasiswa Coventry University of London, Ryan Gary Howe (21).
Pria berambut pirang ini baru mendengar bahwa Kaesang Pangarep yang
selama ini bekerja sama dalam mengerjakan tugas di Desa Gumeng merupakan
putra bungsu Presiden Indonesia.
“Saya sempat tak percaya kalau dia anak Presiden Indonesia. Orangnya baik, ramah dan suka tersenyum,” terangnya.
Mahasiswa Coventry University of London, Ryan Gary Howe (21), teman satu kelompok Kaesang.
Menurutnya, Kaesang merupakan sosok pekerja keras dan seperti warga Indonesia pada umumnya.
Sayangnya, Ryan enggan bercerita lebih detail terkait kebiasaan putra bungsu presiden ini selama COP.
Hal yang sama juga ditunjukkan ketua kelompok COP di desa Gumeng, Beata Anandika (21).
Beata enggan menjelaskan lebih detail terkait kepribadian Kaesang dalam bergaul.
Menurutnya Kaesang juga melakukan pekerjaan sama dengan teman lainnya.
Pria berambut pirang ini baru mendengar bahwa Kaesang Pangarep yang
selama ini bekerja sama dalam mengerjakan tugas di Desa Gumeng merupakan
putra bungsu Presiden Indonesia.
“Saya sempat tak percaya kalau dia anak Presiden Indonesia. Orangnya baik, ramah dan suka tersenyum,” terangnya.
Menurutnya, Kaesang merupakan sosok pekerja keras dan seperti warga Indonesia pada umumnya.
Sayangnya, Ryan enggan bercerita lebih detail terkait kebiasaan putra bungsu presiden ini selama COP.
Hal yang sama juga ditunjukkan ketua kelompok COP di desa Gumeng, Beata Anandika (21).
Beata enggan menjelaskan lebih detail terkait kepribadian Kaesang dalam bergaul.
Menurutnya Kaesang juga melakukan pekerjaan sama dengan teman lainnya.
“Sama seperti teman lainnya, kami berbagi tugas dan saling mengutarakan ide untuk program ini,”terangnya.
Koordinator tim project COP 2016, Poedi S Watono mengaku sempat berdialog dengan Kaesang.
Menurutnya putra bungsu presiden ini terlihat sama dengan teman Indonesia lainnya.
“Mungkin teman-temannya yang mahasiswa asing ya merasa Kaesang biasa saja, wong Solonya masih kental,” terangnya.
Kekentalan budaya Solo pada pria yang kerap memakai topi bertuliskan
Kolektor Kecebong ini terlihat dari sopan santunnya yang menghabiskan
ketupat yang disuguhkan masyarakat saat Lebaran.
Kemudian ketika ia meminta izin mengambilkan minuman buat teman-temannya.
“Mungkin dia tahu adatnya orang desa kalau disuguhkan makanan harus
habis. Jadi pertama kali makan kupat piringnya bersih padahal temannya
banyak yang nggak habis,” ungkap pria yang akrab dipanggil Tono ini.
Selain itu, dalam kunjungannya ke desa secara rutin. Ia melihat
Kaesang juga melakukan pekerjaan fisik yang menjadi program di desa
Gumeng.
“Cangkul dan linggis dipegang juga, ngecat juga, ngangkati tekel (keramik) juga,” terangnya.
Ia juga melihat Kaesang terlihat senang bertemu keluarga angkatnya di
desa Gumeng seperti teman-temannya lainnya antusias memulai program
ini.
“Masyarakat juga tampak biasa dengan kehadiran Kaesang, tidak ada yang diistimewakan atau selfie-selfie seperti itu,” tambahnya.
Menurutnya, warga desa yang melakukan pengamanan di desanya tak hanya pada Desa Gumeng.
Hal ini juga merupakan himbauan pihak kecamatan. Karena banyaknya warga asing yang mendatangi kecamatan mereka.
“Pengamanan ini bentuk swakarsa masyarakat, cara jaganya macam-macam ada yang di portal ada juga yang tidak,” terangnya.(tribunnews.com)
Source link
Posting Komentar