Presiden Joko Widodo |
Berita Metropolitan.com, Nasional – Presiden Joko Widodo (Jokowi) terus mengevaluasi kinerja menteri kabinet. Evaluasi ini menjadi salah satu bahan pertimbangan untuk reshuffle jilid dua.
Belakangan, sejumlah menteri disebut-sebut bakal dilengserkan dari kursinya karena tak melakukan gebrakan selama menjadi menteri. Menteri yang dimaksud mayoritas berasal dari partai politik.
Siapa saja menteri yang layak diganti?
Pengamat politik dari UIN Jakarta, Pangi Syarwi Chaniago menyebut setidaknya ada 14 menteri yang dinilai layak untuk diganti. Menteri yang dimaksud yaitu Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohanna Yembise, Menteri Kesehatan Nila F Moeloek, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN RB), Yuddy Chrisnandy.
Selain itu, ada juga Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Rizal Ramli, Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Marwan Jafar, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan dan Kebudayaan Manusia, Puan Maharani, Menteri Perdagangan Thomas Lembong, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM) Yasonna Hamonangan Laoly.
“Menteri-menteri itu menjadi sorotan publik juga kerap terlibat kisruh. Tidak ada gebrakan dan terobosan terhadap pemerintahan Jokowi,” kata Pangi saat berbincang dengan merdeka.com melalui sambungan telepon, Senin (25/7).
Secara rinci, Pangi menjelaskan alasan kenapa 14 menteri tersebut layak diganti. Menteri Jonan dinilai tak bertanggung jawab atas kemacetan arus mudik di jalur Brebes-Tegal yang menelan banyak korban. Menteri Jonan bahkan melempar tanggung jawab kepada Menteri Basuki, meskipun pada akhirnya Menteri Jonan meminta maaf kepada publik atas insiden maut tersebut.
Menteri Basuki, kata Pangi, sudah layak diganti lantaran tidak cekatan dalam merealisasikan program pembangunan jalan yang mengakibatkan masih terjadi kemacetan. Sementara Menteri Sudirman dan Menteri Rizal harus dicopot karena kerap terlibat perseteruan.
“Saya tidak tahu kenapa Presiden memasang orang-orang yang tidak bisa diurus ini,” ujar Pangi.
Lebih lanjut, Pangi menerangkan kenapa Menteri Yohanna harus segera dicopot. Yohanna tak bisa menyelesaikan dan menangani kasus pelecehan dan kekerasan anak yang belakangan marak terjadi. Sementara Menkes Nila tak mampu memberi solusi atas kasus peredaran vaksin palsu.
“Menkes dia gampang saja bilang vaksin ulang kepada anak yang jadi korban. Memangnya itu anak dia, mudah bilang vaksin ulang,” sambung Pangi.
Menteri Puan, ujar Pangi, tak melakukan terobosan baru selama menjadi menteri. Puan juga dinilai tak memiliki prestasi.
Ada pun, Menteri Yuddy merupakan menteri kontroversi dan tidak konsisten setiap keputusan yang diambil. Salah satu contoh, Menteri Yuddy meminta agar pejabat negara tak semena-mena menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi. Namun belakangan, dia diketahui menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi seperti mudik menggunakan mobil negara dan meminta fasilitas negara untuk memenuhi keinginan anaknya.
Selain menteri-menteri di atas, Pangi menyarankan agar Presiden segera mencopot Jaksa Agung HM Prasetyo lantaran cenderung menegakkan hukum untuk kepentingan politik partai.
Tak jauh berbeda dengan pendapat Pangi, Pengamat komunikasi politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio menuturkan ada sekitar 9 hingga 13 menteri yang layak dicopot Presiden Jokowi.
“Pada dasarnya semua menteri berpeluang kena (reshuffle), tapi saya rasa Jokowi akan ganti menteri yang berhubungan dengan kebutuhan pokok rakyat. Menurut saya ada 9-13 kementerian yang akan terkena imbas dan akan banyak jabatan wakil menteri baru untuk mengakomodasi koalisi yang tidak ramping lagi,” ungkap Hendri.
Hendri menilai, reshuffle kabinet jilid II ini bukan untuk mengurangi kuota parpol di kursi kabinet melainkan untuk memperbaiki pemerintahan Jokowi.
“Begitu tidak kerja untuk Presiden hantam (reshuffle) saja, hilangkan. Walaupun ada beberapa kementerian dan lembaga negara yang sebaiknya tidak dipimpin dari parpol seperti kementerian BUMN, ESDM, Keuangan,” tandasnya. (Merdeka.com)
Source link
Posting Komentar