0
 


Gelombang pengungsi dari tanah Arab yang masuk ke dalam daratan Eropa

Berita Metropolitan – Tulisan yang kami ambil ini bisa jadi bahan pertimbangan atau rujukan  agar

kita tdk diadu-domba dan dicekoki pemahaman yang dipelintir. Karena menjelang pilkada DKI, banyak sekali umat muslim yang mengeluarkan QS. Almaidah ayat 51: 


“Hai

orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi

dan Nasrani men
jadi

pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian

yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi

pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.

Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang

zalim.”


Ayat di atas sedang populer sekarang. Ayat

itu selalu populer menjelang pemilu. Dalam hal pilkada DKI yang salah

satu calon kuatnya adalah Nasrani, ayat ini menjadi semakin kuat

bergema. Tapi apakah ayat ini soal pemilu? Apakah ini ayat soal

pemilihan gubernur? Menurut saya bukan. Sejarah Islam tidak pernah

mengenal adanya pemilihan umum. Juga tak pernah ada pemilihan gubernur

atau kepala daerah. Satu-satunya pemilihan yang pernah terjadi adalah

pemilihan khalifah. Itu pun hanya 5 kali, dan hanya melibatkan

sekelompok orang yang tinggal di Madinah. Gubernur khususnya adalah

pejabat yang ditunjuk oleh khalifah. Tidak pernah dipilih.


Jadi

ayat ini tentang apa? Apakah Wali atau awliya itu soal pemimpin wilayah

atau daerah? Bukan. Bagaimana mungkin ada ayat yang mengatur tentang

pemilihan pemimpin, padahal pemilihan itu tidak pernah terjadi?


Jadi,

apa yang dimaksud? Apa makna wali atau awliya? Wali artinya pelindung,

atau sekutu. Ketika Nabi ditekan di Mekah, beliau menyuruh kaum muslimin

hijrah ke Habasyah (Ethopia). Rajanya seorang Nasrani, menerima

orang-orang yang hijrah itu, melindungi mereka dari kejaran Quraisy

Mekah. Inilah yang disebut wali, orang yang melindungi. Kejadian ini

direkam dalam surat Al-Maidah juga, ayat 81.


Adapun

ayat 51 yang melarang orang menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai

pelindung itu adalah soal persekutuan dalam perang. Tidak ada sama

sekali kaitannya dengan pemilihan pemimpin. Ini sudah pernah saya bahas,

dan dibahas banyak orang.


Pagi ini, saya

menyaksikan berita pilu. Orang-orang Arab dari Syiria dan Irak masih

terus mengungsi. Ke mana? Ke Eropa. Siapa orang-orang Eropa itu?

Muslimkah mereka? Sebagian besar tidak. Kebanyakan dari mereka,

orang-orang Eropa itu, adalah Nasrani, atau ateis (musyrik). Tapi kini

mereka menjadi pelindung bagi orang-orang muslim, persis seperti ketika

kaum muslim hijrah ke Habasyah. Jadi, cobalah orang-orang yang rajin

melafalkan ayat Al-Maidah 51 itu berkhotbah kepada para pengungsi itu.

Katakan kepada mereka bahwa meminta perlindungan kepada Nasrani,

menjadikan mereka wali atau awliya itu haram hukumnya. Bisakah?


Ironisnya,

dari siapa mereka lari? Dari kaum kafir? Bukan. Mereka lari karena

ditindas oleh pemimpin-pemimpin mereka sendiri, kaum muslim. Kaum muslim

yang berebut kekuasaan. Utamanya Sunni melawan Syiah. Tahukah Anda

bahwa bibit konflik Sunni-Syiah itu sudah terbentuk sejak Rasul wafat?

Ketika orang-orang mulai kasak-kusuk untuk mencari siapa yang akan jadi

khalifah, padahal jenazah Rasul belum lagi diurus. Permusuhan itu abadi,

mengalirkan darah jutaan kaum muslimin sepanjang sejarah ribuan tahun,

kekal hingga kini.


Tidakkah kita sebagai kaum muslim

malu ketika saudara-saudara kita dizalimi oleh saudara kita yang lain,

mereka meminta perlindungan kepada kaum Nasrani dan kafir? Tapi pada

saat yang sama mulut kita fasih mengucap ayat-ayat yang memusuhi

orang-orang Nasrani, memelihara permusuhan kepada mereka.


Ingatlah,

musuh abadi kita sebenarnya bukan Yahudi dan Nasrani, melainkan rasa

permusuhan itu sendiri. Rasa permusuhan itulah yang telah mengalirkan

banyak darah kaum muslimin, mengalir menjadi kubangan darah sesama

saudara. Sesama saudara pun bisa saling berbunuhan kalau ada permusuhan

di antara mereka. Kenapa mereka berbunuhan? Politik! Perebutan

kekuasaan.


Itulah yang sedang dilakukan banyak orang

dengan memlintir Al-Maidah ayat 51. Berebut kekuasaan politik dengan

mengobarkan permusuhan. Mereka sedang mengabadikan kebodohan yang sudah

berlangsung 15 abad. Anda mau menjadi bagian dari kebodohan itu? Saya

tidak. Karena saya tidak mau menjadi pengungsi seperti orang-orang Irak

dan Syria.(fb.Kang Hasan)




Posting Komentar

 
Top