Rakhmat Hidayat (tengah) korban tindak pidana penganiayaan yang Anggota DPRD Kabupaten Cirebon karena sengketa uang suap. Rakhmat didampingi tim kuasa hukumnya (kanan-kiri), memberikan keterangan tambahan di Kantor Polres Cirebon, Selasa Petang, (18/10/2016). Meski mendapat banyak intimidasi dan ancaman, Rakhmat tidak akan mencabut laporannya. |
Berita Metropolitan.com, Cirebon – Rakhmat Hidayat, pegawai negeri sipil (PNS) di Rumah Sakit Umum (RSU) Arjawinangun, yang menjadi korban penganiayaan YS, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, terus menjalani pemeriksaan petugas kepolisian, Selasa (18/10/2016) petang.
Rakhmat memberikan keterangan terkait pemukulan anggota dewan yang meminta pelunasan uang suap untuk memasukan sejumlah pelamar pada proses penerimaan tenaga kerja kontrak RSU Arjawinangun 2016.
Bersama tim kuasa hukumnya, dia terus menjalani pemeriksaan di kantor Polres Cirebon. Di hadapan sejumlah awak media, Rakhmat juga memperlihatkan detail laporan kejadian, hasil visum, dan sejumlah berkas lain pendukung pengaduan.
Hingga Selasa petang, dia memastikan tidak akan mencabut laporan meski berulang kali mendapatkan tekanan dan intimidasi dari berbagai pihak.
“Hari ini (Selasa), saya dipanggil penyidik guna melengkapai berita acara pemeriksaan (BAP) tambahan guna penyempurnaan informasi. Karena kabar dari penyidik Polres Cirebon, lima orang saksi yang kemarin dipanggil masih mengunci (bungkam) tentang tindakan penganiayan yang mereka lihat dan ketahui di Rumah Sakit Arjawinangun,” jelasnya.
Rakhmat menduga, kelima saksi yang melihat tindakan penganiayaan itu telah diintimidasi dan ditekan oleh pimpinan rumah sakit serta sejumlah pihak agar tutup mulut, atau hanya mengaku tidak tahu dan tidak ikut campur saat terjadinya penganiayaan.
Secara singkat, Rakhmat menceritakan kronologi penganiayaan terhadap dirinya oleh anggota DPRD Kabupaten Cirebon, YS pada Jumat (7/16/2016) lalu.
YS tiba-tiba masuk ke ruang Rakhmat yang saat itu sedang berbicara dengan Saikhu, kepala Sub Bagian Kepegawaian. YS datang untuk meminta sisa utang uang suap penerimaan tenaga kerja kontrak RSU Arjawinangun.
“Saya memiliki sisa utang uang suap senilai 10 juta rupiah, dari total 100 juta uang penitipan yang kita janjikan bersama beliau (YS) kepada Bupati Cirebon Sunjaya. Iya Betul, uang suap itu adalah untuk penerimaan tenaga pegawai kontrak RSUD Arjawinangun sebanyak 2 orang. Jadi 1 orang 50 juta rupiah,” tegasnya.
Saat itu, kata Rakhmat, YS tak terima dan menyebut bahwa korban justru masih memiliki utang Rp 40 juta.
Tak sempat memberikan jawaban, Rakhmat tiba-tiba dipukul di bagian pelipis mata dan sejumlah anggota tubuh lainnya. Tak terima dianiaya, dia langsung membuat visum dan melaporkan pada pihak berwajib dengan aduan penganiayaan.
Bongkar praktik suap
Tak hanya memaparkan soal penganiayaan, orang yang sudah mengabdi di rumah sakit pelat merah sejak 1 September 1997 itu juga membuka sejumlah informasi tentang praktik suap menyuap penerimaan pegawai baru, khususnya periode Maret hingga Oktober 2016, yang berlangsung enam kali gelombang penerimaan.
“Banyak, hampir seluruh tenaga kontrak di Rumah Sakit Arjawinangun melakukan upaya suap, karena hampir seluruhnya adalah tenaga titipan yang dipanggil, kemudian diseleksi, dan diberikan tiket lulus untuk jadi tenaga kontrak. Totalnya dari seluruh multidispilin ilmu sekitar 203. Saya berani berkeyakinan mereka seluruhnya menggunakan suap,” kata mantan staf kepegawaian yang mengetahui keluar masuknya pegawai.
Rakhmat juga mengaku menerima uang suap dari sejumlah pelamar untuk diberikan kepada YS.
Agus Prayoga, tim kuasa hukum korban menyampaikan, ada dua perkara penting yang terjadi, yakni kasus penganiayaan dan penerimaan suap oleh oknum anggota DPRD dari pelamar tenaga kontrak di RSU Arjawinangun.
Dari dua pelamar yang masuk melalui Rakhmat, anggota dewan tersebut mematok tarif suap sebesar Rp 50 juta per kepala.
Sementara gelombang penerimaan pelamar sepanjang Maret hingga Oktober 2016 terdapat 203 pelamar, dan seluruhnya dipatok tarif suap dengan nilai bervariatif dan memiliki perantara masing-masing.
“Yang melatarbelakangi tindakan penganiayaan, ternyata sangat memalukan dan miris, yakni soal suap atau pungli. Dan, luar biasanya, Mas Rakhmat di sini sebagai korban, saksi dan juga whistle blower karena dia juga jadi saksi kunci dari praktik suap itu,” katanya.
Kasus pemukulan yang dilakukan anggota DPRD YS menjadi sorotan publik. Pasalnya, selain kasus penganiayaan, Rakhmat akhirnya membongkar seluruh praktik suap oleh anggota dewan dan oknum orang luar dan dalam RSUD, yang bermuara ke Bupati Cirebon.
Rakhmat sangat berharap, kepolisian dan khususnya Komisi Pemberantaran Korupsi (KPK) yang sudah sempat berkomuniasi dengannya bersedia turun langsung dan melakukan operasi tangkap tangan.
Setelah itu, Rakhmat siap menjadi saksi kunci membongkar korupsi RSU Arjawinangun meski taruhannya dipecat.
Polisi periksa saksi
Dikonfirmasi terpisah, Kapolres Cirebon AKBP Sugeng Hariyanto menyatakan, pihaknya perlu memperkuat saksi-saki maupun bukti secara materil. Ada sebanyak enam orang saksi yang sudah diperiksa, satu di antaranya adalah korban.
Sugeng juga mengaku sudah mengambil CCTV sebagai pendukung.
“Kita upayakan bisa memperoleh hasil visum, dan apa isi hasil visum itu. Itu merupakan kelengkapan dalam proses penyidikan, nanti akan kita gelar sebelum memanggil tersangka,” kata Sugeng di hadapan sejumlah awak media Selasa (18/10/2016) petang. (Sumber: Kompas.com).
Posting Komentar