0





Berita Metropolitan- Wakil Ketua DPR Fadli Zon menyebut wacana Presiden Joko Widodo untuk menyeragamkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Jawa dan Papua serta Papua Barat patut diapresiasi. 

Namun, kata Fadli, langkah tersebut harus bisa direalisasikan dan tidak hanya menjadi bahan pencitraan semata.



“Saya kira ide penyeragaman harga BBM patut diapresiasi, tapi jangan

sebatas pencitraan,” kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta,

Rabu (19/10/2016).



Fadli mengatakan, jika direalisasikan, masyarakat Papua akan

menikmati harga BBM yang terjangkau dan ongkos transportasi yang wajar.





Ide Presiden itu, kata dia, tentu mengharuskan adanya intervensi

pasar. Fadli berharap intervensi pasar yang dilakukan Pemerintah dalam

menyeragamkan harga BBM di Jawa dan Papua bisa berlangsung konsisten.



Politisi Partai Gerindra itu mengatakan, tentu harus ada subsidi dalam jumlah besar supaya harga BBM di Jawa dan Papua bisa seragam.



Namun, Fadli mempertanyakan keseriusan dan kemampuan Pemerintah untuk merealisasikan rencana tersebut.



Ia menyinggung keinginan Presiden saat harga daging sapi melonjak

tinggi. Kenyataannya, harga daging di pasaran tetap tinggi meski

Pemerintah berjanji menurunkan ke harga Rp 80.000 per kilogram.





“Jangan seperti harga daging yang dijanjikan bisa Rp 80.000 per

kilogram, tapi kan sampai sekarang masih Rp 100.000 – Rp 120.000 per

kilogram. Ini harus jelas konsepnya dan bisa bertahan lama, jangan hanya

untuk pencitraan saja,” tutur Fadli.



Presiden sebelumnya mencanangkan program satu harga BBM untuk seluruh Papua dan Papua Barat.



Pencanangan ini dilakukan Jokowi di Bandara Nop Goliat Dekai, Yakohimo, Selasa (18/10/2016).




Dalam sambutannya, Jokowi menegaskan bahwa harga BBM di seluruh

wilayah Papua dan Papua Barat harus sama dengan wilayah lain, yakni Rp

6.450 per liter untuk premium.



“Dirut Pertamina menyampaikan ke saya kalau harga Rp 7.000 ruginya

banyak. Tapi ini bukan urusan untung dan rugi,” ucap Jokowi disambut

tepuk tangan riuh warga.



Jokowi menilai, ada ketidakadilan selama bertahun-tahun karena harga

premium di wilayah terpencil di Papua bisa mencapai Rp 100.000 rupiah

per liter.



Dirut Pertamina Dwi Soetjipto sempat meminta sokongan dana dari

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Namun, Jokowi menolaknya.



“Enggak lah itu urusan Pertamina. Karena yang di barat untung yang

disini kan rugi, kalau disubsidikan juga kan masih untung. Yang paling

penting harganya harus sama,” ucap Presiden.(kompas.com)




Posting Komentar

 
Top