Februniye Akyol, seorang walikota yang beragama Kristen di kota Mardin, Turki |
Berita Metropolitan – Salah seorang netizen bernama Robbie Rayaida menuliskan sebuah informasi yang cukup banyak dibagikan oleh netizen Indonesia.
Ia menuliskan tentang kondisi negara Turki yang juga mayoritas beragama Islam seperti Indonesia bahkan hingga 96,5 persen.
Robbie menyorot salah satu Kota di Turki yaitu Mardin yang memiliki Wali Kota seorang wanita dan beragama kristen.
Ia menyatakan bahwa tak ada kisruh Al Maidah Ayat 51 seperti yang terjadi di Indonesia sekarang ini.
Menurut informasi yang dilansir dari Berita Metropolitan dapatkan, wanita cantik beragama kristiani itu bernama Februniye Akyol yang bahkan masih berusia 25 tahun.
Sebuah fanspage di facebook bernama Kata Kita yang juga membahas soal polemik ini turut menyertakan sebuah caption tentang kisah Perdamaian Rasulullah SAW dengan Non Muslim.
Berikut adalah salinannya:
PERDAMAIAN RASULULLAH SAW DG NON MUSLIM, Q.S. Al-Mumtahanah: 8
Dalam konteks kedamaian, Rasulullah SAW menerima Yahudi dan
Nasrani (Kristen), bekerjasama dengan mereka membangun negara Madinah,
sama-sama menyusun Piagam Madinah (Mitsaq al-Madinah). Dan salah satu
pasal Piagam Madinah berbunyi: Kaum Yahudi (ahl Kitab) dan Muslim,
bekerjasama dan bahu membahu dalam membela negeri Madinah, menghadapi
musuh bersama, dan saling menasehati untuk kebajikan bukan unuk
permusuhan dan dosa.
Jadi dalam konteks kedamaian masyarakat (seperti halnya di
Madinah zaman Nabi, dan di Indonesia zaman sekarang) ayat yang harus
diterapkan ialah Q.S. Al-Mumtahanah: 8: Allah tiada melarang kamu untuk
berbuat baik bekerjasama) dan berlaku adil terhadap orang-orang (umat
agama lain) yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula)
mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang berlaku adil”.
Di zaman Nabi, untuk warga Madinah yang damai, ayat yg mengandung permusuhan dengan Yahudi dan Nashrani tidak diterapkan.
Bahkan sebaliknya, Nabi pernah menerima kaum Nashrani secara
damai bertamu di Masjid Nabawi di Madinah dan mengizinkan mereka
beribadah di dalamnya (lihat Tafsir Al-Qurthubiy, Juz IV hal. 4-5).
Karena itulah semua ayat yang dikemukakan selama ini yang
bernuansa permusuhan abadi dg non Muslim, tidak diterapkan oleh Nabi SAW
sendiri dalam masyarakat damai di Madinah. Terjemahan Ayat-ayat yang
dikutip selama ini ,itu ialah: QS. 5. Al-Maa-idah : 57, QS. 9. At-Taubah
: 23, QS. 58. Al-Mujaadilah : 22, QS. 3. Aali ‘Imraan : 118, QS. 9.
At-Taubah : 16, QS. 28. Al-Qashash : 86, QS. 60. Al-Mumtahanah : 13, QS.
3. Aali ‘Imraan : 149-150, QS. 4. An-Nisaa’ : 141, TQS. 5. Al-Maa-idah :
80-81, QS. 60. Al-Mumtahanah : 1, QS. 60. Al-Mumtahanah : 5. QS. 58.
Al-Mujaadilah : 14-15.
Bukan berarti ayat-ayat itu tidak berlaku,
semuanya tetap berlaku sesuai konteksnya pada masa-masa terjadi
kezaliman, permusuhan di zaman atau negeri lain. Tapi dalam negeri
Madinah dizaman Nabi dan negeri Indonesia zaman sekarang, masyarakat
berada dalam kedamaian dan kebersamaan.
Ketika Nabi membangun negara damai di Madinah, maka yang
diterapkan ialah ayat-ayat tentang kedamaian dan kerjasama dengan kaum
ahlu kitab (Yahudi dan Kristen).
Sejaran Nabi seperti itu harus dipelajari oleh para ustadz kita,
agar dalam proses tathbiq atau tanfidz (menerapkan) ayat, tidak salah
menerapkannya.
Kini pun Indonesia adalah negara damai, Muslim berdamai dengan non
Muslim, khususnya kaum Kristen, bukan negara perang, karena itu yang
harus diterapkan ialah perdamaian dengan mencontoh Rasulullah SAW.
Setahu saya, kaum minortas tanpa kecuali (khususnya Kristen) di
Indonesia tidak ada yang sengaja menghina, melecehkan dan apalagi mau
memusuhi umat Islam dan agama Islam, seperti yang diisyaratkan dalam
ayat-ayat tsb.
Dengan demikian tak ada alasan untuk memusuhi mereka. Bahkan
mungkin sebaliknya, telah terbukti ada-ada saja orang Islam yang
menyegel, membakar bahkan mengebom gereja kaum Kristiani, tanpa
alasan-alasan yang dibenarkan syariat.
Seolah-olah orang-orang yang mengaku Muslim itu ingin menciptakan
permusuhan abadi, padahal Rasulullah SAW datang dengan agama Islam yang
bersifat al-Salam (sejahtera dan damai) sebagai wujud risalah beliau
yang Rahmatan Lil-alamin.
Jadi kita tidak cukup sekadar hanya NGAJI literlek / lafazh ayat
per-ayat saja, tetapi perlu MENGKAJI lebih jauh, dengan mempertimbangkan
tiga hal, yakni dilalah ayat (nash) dan perubahan-perubahan
kandungannya dari zaman ke zaman;
Kemudian makna nash (illat/sebab/hikmah) yang merupakan landasan
rasional adanya hukum; dan tanfidz (konteks penerapan) nya, sehingga
ayat-ayat Azimah bisa memberi peluang adanya Rukhshah (dispensasi), pada
zaman dan tempat tertentu.(okterus.com)
Posting Komentar