0











 
Berita Metropolitan – Pihak Nahdlatul Ulama (NU) mengimbau masyarakat agar tidak membeda-bedakan pemimpin Muslim dan non-Muslim.

Menurut Rois Syuriah Pengurus Besar NU, KH Ahmad Ishomuddin, baik

Muslim maupun non-Muslim punya hak yang sama untuk menjadi pemimpin.



“NU tidak dalam posisi mendukung, apalagi menghalangi orang untuk

menjadi pemimpin,” kata KH Ahmad Ishomuddin berdasarkan keterangan pers

yang diterima Kompas.com, Senin (10/10/2016).





Hal ini juga disampaikan Ahmad Ishomuddin dalam acara Halaqoh Kaum Muda NU Jakarta dengan tema “Pilkada: Kesetiaan Pada Pancasila dan UUD 1945”, di Hotel Bintang, Jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat, Minggu (9/10/2016).



Menurut dia, kepemimpinan yang dibutuhkan sekarang ini, baik untuk

negara maupun level daerah, adalah yang bisa dipercaya dan mampu membawa

kemajuan.



“Kriteria itu bisa didapat dari seorang pemimpin Muslim maupun

non-Muslim, karena keduanya sama-sama punya hak untuk memimpin,” sambung

Ishomuddin.



Pernyataan ini sekaligus sebagai tanggapan terhadap ramainya

perdebatan di media sosial mengenai calon pemimpin yang dikaitkan dengan

SARA.



Ahmad menilai, adanya perdebatan ini karena ketidakpahaman terhadap tafsir dari ayat Al Quran yang dijadikan dalil.



“Seperti ayat 51 Surat Al Maidah, kata dia, merujuk tafsir terdahulu,

yang dimaksud bukanlah untuk pemimpin seperti gubernur, melainkan

karena konteks saat itu yang sedang dalam kondisi perang,” ujar

Ishomuddin.



Ia pun menyinggung soal ucapan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang belakangan dianggap menistakan Al-Quran.



Ishomuddin mengaku telah melihat isi video pidato Basuki di Kepulauan Seribu secara keseluruhan.

Setelah menyimak isi video, Ishomuddin menilai bahwa Basuki tidak ada niat untuk melecehkan kitab suci umat Islam.



“Karena secara logika, enggak mungkin orang yang sedang mencalonkan

kemudian melecehkan. Jadi tidak masuk akal kalau itu berniat

melecehkan,” kata dia.





Ia lantas mengajak mengajak semua kalangan masyarakat untuk tidak

menggunakan isu SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan) dalam

berdemokrasi.



Jika ada pihak yang memakai isu SARA untuk menjatuhkan bahkan

menghina lawan politiknya, maka hal itu dinilainya sama dengan melanggar

UUD 1945 sebagai dasar negara Republik Indonesia.



“Oleh karena itu, kita harus junjung tinggi Pancasila

dan UUD 1945 dalam kegiatan politik dengan tidak membenturkan agama

karena hanya akan membahayakan kita. Kalau ada berita apa pun, harus cross check, klarifikasi,” ujar Ishomuddin.



Dalam kesempatan yang sama, Khatib Syuriah PWNU Jakarta KH Ahmad

Zahari menyampaikan bahwa NU DKI tidak pernah mewajibkan warga NU DKI

untuk mendukung salah satu calon.



Dia mengajak warga NU untuk secara sadar menggunakan hak pilih dan memilih berdasarkan rekam jejak serta program-program calon.(kompas.com)







Posting Komentar

 
Top