0



Kiri ke kanan: Pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) sekaligus Mantan anggota Tim Pencari Fakta (TPF) Usman Hamid, Istri Munir, yakni Suciwati, dan Maria Katarina Sumarsih, ibunda BR Norma Irawan atau Wawan seorang aktivis yang tewas dalam tragedi Semanggi I, November 1998 Silam.


Berita Metropolitan.com, Jakarta – Suciwati, istri dari almarhum Munir Said Thalib berharap pemerintah segera mengumumkan hasil penyelidikan Tim Pencari Fakta (TPF) terkait kasus pembunuhan suaminya.



Hasil putusan sidang gugatan yang diajukan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) terhadap Kemensetneg di Komisi Informasi Pusat (KIP) yang menegaskan bahwa hasil penyelidikan TPF harus dipublikasikan.



“Ya itu memang harus diumumkan segera, saya pikir penting untuk pemerintah, tidak lagi kami minta, saya pikir presiden harus mengambil insiatif untuk mengumumkan itu, ditindak lanjuti, itu saja sebetulnya,” ujar Suciwati di Gedung Graha PPI, Jakarta Pusat, Senin (10/10/2016).



Aktivis HAM serta pendiri LSM Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) dan Imparsial, Munir, meninggal di pesawat Garuda nomor GA-974 pada 7 September 2004 lalu.



Ia tewas akibat diracun zat arsenik dalam perjalanan menuju Amsterdam. Munir ke Belanda untuk melanjutkan kuliah pasca-sarjana.



Sebagai istri, Suciwati tak pernah putus asa untuk mendapatkan penjelasan kematian suaminya. Seiring dengan itu, berbagai tekanan dan teror terus menghantui.



Harapan muncul pada 23 Desember 2004. Kala itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengesahkan TPF untuk Kasus Munir yang anggotanya melibatkan kalangan masyarakat sipil.



Namun sejak saat itu pula hasil penyelidikan tak kunjung disampaikan ke publik.



Kemudian, Kontras yang mendampingi Suciwati melayangkan gugatan terhadap Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) ke Komisi Informasi Pusat (KIP).



Sidang perdana perdana Sengketa Informasi Publik tersebut digelar Rabu (22/6/2016).



Butuh lebih dari 11 tahun bagi Suciwati hanya untuk mendapatkan legalitas bahwa hasil penyelidikan TPF harus diungkap ke publik.



“Sebetulnya ini hal yang harus sudah lama ya, enggak perlu harus ke (Komisi) informasi publik, tapi, yah ini lah proses di Indonesia, untuk pencarian keadilan ini memang cukup lama,” tutur Suciwati.



Suciwati menyadari, putusan sidang pada Senin (10/10/2016) hanya langkah kecil dalam mengusut kematian suaminya.



Sebab, masih banyak hambatan dalam mengusut tuntas kematian Munir. Misalnya, Kemensetneg dalam persidangan sebelumnya telah menyatakan bahwa tidak pernah menerima hasil penyelidikan TPF.



Hal ini membutuhkan keseriusan pemerintah jika memang ingin menuntaskan kasus tersebut. Belum lagi jika Kemensetneg mengajukan banding atas putusan tersebut.



Maka langkah Suciwati mendapatkan kejelasan kematian suaminya akan kembali terhambat. Meskipun demikian Suciwati tetap optimis.



Menurut dia, hasil penyelidikan TPF harus terlebih dahulu diungkap ke publik. Sebab, lanjut dia, dari berkas hasil TPF itulah akan terungkap siapa saja pihak-pihak yang terlibat dalam pembunuhan suaminya tersebut.



“Yang pasti rahasianya ada di hasil rekomendasi TPF, di mana disebutkan ada orang orang penting,” ujarnya.



Dalam kesempatan yang sama, Koordinator Kontras Haris Azhar mengakui bahwa pihaknya punya salinan laporan TPF pembunuhan Munir.



Meskipun demikian, menurut dia, negara tetap harus mengumumkan hasil penyelidikan TPF tersebut. Hal itu, kata Haris, sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah.



“Ini bukan punya atau tidak punya (berkas laporan TPF), tapi pengakuan dari negara, dan tanggungjawab negara, dan kinerja negara, dalam hal ini diwakili pemerintah, dan ini urusan serius, menjadi perhatian publik dilindungi konstitusi. Jadi, saya pikir tidak ada alasan lagi pemerintah mengabaikan kasus ini,” kata dia. (Sumber: Kompas.com).




Posting Komentar

 
Top