0




Berita Metropolitan – Suatu ketika saat memimpin

iring-iringan mobil Kepresidenan “RI 1” dari Istana Kepresidenan Bogor

menuju Istana Merdeka, Jakarta, telepon seluler Komandan Pasukan

Pengamanan Presiden Mayjen (Mar) Bambang Suswantono berdering.



“Tanpa sirene ataupun klakson sama sekali, apalagi menghentikan arus

kendaraan, tahu-tahu mobil Presiden sudah ada di samping mobil saya,”

kata Bambang di kantor Mako Paspampres, Jakarta, Rabu (5/10).



Bambang bercerita, rekan sejawatnya memberikan pujian lewat telepon

soal rangkaian kendaraan Kepresidenan yang melewati jalan tanpa berisik

dan mengganggu kendaraan umum lainnya di tengah kepadatan arus lalu

lintas di Jalur Tol Jagorawi, Bogor.



Di tengah jam kerja, menurut Bambang, rangkaian kendaraan

Kepresidenan memang bukan hanya harus mampu mencari celah di antara

mobil lainnya agar bisa lewat dan mengganggu perjalanan mereka.



Namun, juga karena adanya pengertian warga Bogor jika rombongan

Presiden lewat. Mereka tak hanya menepi tetapi juga adakalanya memberi

lambaian tangan dan memotret Presiden.



Ketika secara kebetulan bertemu iring-iringan mobil Presiden “RI 1”

pada pagi hari dari arah Bogor menuju Jakarta dan sebaliknya dari

Jakarta menuju Bogor pada malam hari, Kompas dapat melihat langsung

bagaimana perjalanan konvoi mobil Kepresidenan dengan mulus dan lancar

selama hampir satu jam meskipun di tengah kepadatan jalan mulai dari

jalan protokol hingga tol dalam kota, dan Jagorawi hingga tiba di

kediaman dinas, Wisma Dyah Bayurini, di kompleks Istana Bogor atau

Istana Merdeka Jakarta.



“Presiden akan menegur anggota lewat ajudan dan disampaikan lewat

radio penghubung jika ada anggota kawal yang membunyikan klakson atau

sirene. Bahkan, kami juga tidak boleh menutup jalan apa pun. Presiden

curiga dan selalu minta agar arus lalu lintas dialirkan (dibuka) jika di

sisi kiri atau kanan mobil Presiden terjadi kemacetan panjang,” kata

Bambang.



Secara situasional, rombongan mobil adakalanya juga terpaksa

diarahkan petugas lalu lintas melewati bahu jalan jika jalan tol

benar-benar macet dan berhenti total, terutama jika sudah memasuki

Cibubur, Cawang, hingga Sudirman atau Muhammad Husni Thamrin.



Jangan heran jika para petugas dalam rangkaian pengawalan kendaraan

Kepresidenan harus hafal dan paham dengan kode-kode yang digunakan dalam

pengawalan.



Kode-kode itu di antaranya, “Rapatkan pedati (rangkaian mobil)”.

“Angkat atau turunkan pedal (gas)”. “Pertahankan jalur”. “Alirkan jalur

kiri”. “Jangan agresif (marah)”, dan “berikan acungan jempol (pujian)

kepada pengemudi yang memberi jalan”.


Jokowi tertawa geli


Memang

dibutuhkan kesabaran bagi petugas menunggu kesempatan ada celah yang

bisa dilalui rangkaian kendaraan Kepresidenan di tengah kepadatan arus

lalu lintas.



Selain kesabaran juga adakalanya muncul ide-ide kreatif dan segar yang mengiringi perjalanan.



Jika suatu saat di antara marka jalan ada sedikit celah, pembuka

jalan di paling depan segera memberi kode agar rangkaian mobil di

belakangnya cepat mengikuti sebuah formasi jalan di antara marka jalan

tersebut.
Mereka kerap menyebutnya formasi “belah tengah”.





Formasi dengan penyebutan nama ini memang membuat geli. Pasalnya,

formasi jalan itu mengingatkan ciri-ciri seorang tokoh yang menyisir

rambutnya bergaya belah tengah.


Ada juga kode jalan yang menyebutkan formasi “rambut jambul” yang

mengingatkan dandanan rambut tersisir rapi dan berjambul seseorang untuk

menunjukkan jalan mulus meski bergelombang.


Sebaliknya, jika arus jalan lancar, petugas akan menyebutkan sebuah

formasi lucu dan unik, yang mengingatkan ciri seseorang berambut gundul.



Seorang petugas Paspampres lainnya menyebutkan, formasi-formasi jalan

yang unik dan lucu itu, ketika pertama kali diperdengarkan, beberapa

waktu lalu, membuat Jokowi tertawa geli di perjalanan.



Inilah “kenikmatan” kemacetan di jalan yang setiap pagi dan petang

atau malam hari ditempuh Presiden Jokowi bolak- balik berangkat dan

pulang kerja melewati kepadatan arus lalu lintas dari Istana

Kepresidenan Bogor hingga Istana Merdeka Jakarta atau sebaliknya.



Menurut Bambang, telepon yang datang dari rekan sejawatnya, yang

pernah bertugas di Paspampres, memang memuji prosedur pengawalan mobil

iring-iringan Presiden, yang kini berbeda dengan periode sebelumnya.



Dalam catatan Kompas, sejak zaman Presiden Soeharto hingga Presiden

Susilo Bambang Yudhoyono, iring-iringan mobil kepresidenan ada kalanya

tak hanya menggunakan sirene sebagai penanda kendaraan very-very

important person (VVIP) yang akan lewat, tetapi juga membunyikan klakson

dan menghentikan arus lalu lintas kendaraan lainnya agar para pejabat

bisa melintas cepat dengan aman, tiba tepat waktu.



Namun, sejak era Jokowi-Jusuf Kalla,

terjadi perubahan besar. Keduanya bukan hanya memangkas jumlah

rangkaian kendaraan dari sebelumnya 14-15 mobil menjadi 7 mobil saja.



Jokowi-Kalla juga melarang menggunakan sirene, klakson hingga menghentikan arus kendaraan di setiap persimpangan.




Meskipun sebagai Presiden dan Kepala Negara, Jokowi tahu diri dengan tidak menambah beban kemacetan warga Bogor dan Jakarta.(kompas.com)




Posting Komentar

 
Top