Berita Metropolitan – Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatuh Tholibin,
Leteh, Rembang, Jawa Tengah, Ahmad Mustofa Bisri, mempertanyakan
keberadaan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Menurut Gus Mus—panggilan
akrab Mustofa Bisri, hingga kini status keberadaan MUI tidak jelas.
Padahal MUI mengatasnamakan diri sebagai ulama.
“MUI itu sebenarnya makhluk apa? Enggak pernah dijelaskan. Ujuk-ujuk
(tiba-tiba) dijadikan lembaga fatwa, aneh sekali,” kata Gus Mus dalam
pengajian dalam rangka ulang tahun unit kegiatan mahasiswa di kampus III
Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Walisongo, Semarang, Senin
malam, 30 Maret 2015.
Di hadapan ratusan hadirin, Gus Mus
mempertanyakan sebenarnya apa status MUI. Ia pun bertanya kepada para
hadirin, “Itu MUI makhluk apa? Instansi pemerintah? Ormas? Orsospol?
Lembaga pemerintahankah? Tidak jelas, kan? Tapi ada anggaran APBN. Ini
jadi bingungi (membingungkan).”
Menurut Gus Mus,
penggunaan nama ulama bisa disalahgunakan. Di MUI, kata dia, asal bisa
jadi pengurus MUI maka akan disebut sebagai ulama, meski hanya menjadi
sekretaris maupun juru tulis. “Ya, juru tulis itu akan disebut ulama. Mosok pengurus majelis ulama tidak ulama,” kata Gus Mus, yang disambut tawa para hadirin.
Gus Mus juga resah terhadap penyematan panggilan ustad Gus Mus menambahkan, melakukan dakwah tidak bisa hanya dengan memahami “Kalau Al-Quran diterjemahkan maka
untuk orang yang sebenarnya belum layak. Ia mencontohkan ada seseorang
yang hanya paham satu ayat sudah disebut ustad. “Kalau sudah pernah
tampil di TV adalah ustad. Asal pinter jubahan meski kelakuane (kelakuannya) preman,” kata Gus Mus.
satu potong ayat Al-Quran. Maka, Gus Mus menyatakan tidak setuju jika
ayat-ayat Al-Quran diterjemahkan. Anehnya, penerjemahan Al-Quran dimulai
oleh Kementerian Agama.
balagohnya hilang,” kata Gus Mus. Menurut Gus Mus, banyak orang yang
memaknai Al-Quran hanya melalui terjemahan ayat per ayat sehingga yang
disampaikan cenderung salah kaprah.(tempo.co)
Posting Komentar